Ku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat terucapkan kayu pada api
yang menjadikannya abu
dengan kata yang tak sempat terucapkan kayu pada api
yang menjadikannya abu
Kuingin mencintamu dengan sederhana
seperti yang tak terisyaratkan awan pada hujan
yang jadikannya tiada.
Bertahun lalu, ketika ku belum mengenal cinta *berasa sekarang udaaah aja xp* Ibu Pupun, Ibu Guru Bahasa Indonesiaku kelas 3 SMP, mengenalkan aku dengan puisi karya seorang guru besar sastra UI; Sapardi Djoko Damono. Kukira beliau sudah tiada, ternyata masih hidup dan aktif . Lebih parah lagi, aku baru tahu hal ini bertahun kemudian.
Puisinya sederhana dan semakin menyederhanakan makna mencintai saat dideklamasikan dengan indah oleh temanku dulu.. dengan suara khas yg masih terngiang dia mengakhiri pembacaan puisi..
"....buah karya...Sapardi--jeda--Djoko Damono--"
OOOWCHhH.. soo toucccHH...
it touches my tymphanic membrane, vibrates the ossicles....the haircells.. CN VIII... *halah..
begitu merasuk *mulai lebay* dan menjadi cita di alam bawah sadar..
Dan siapa gerangan yg akan menjadi api ketika aku adalah kayu? Cinta tidak membuat kita rumit untuk membuat abu *abu gosok, upik abu, abu-abu lalu lintas--teunyambung haha..
hush..
atau mungkin cinta kita lebih sederhana daripada itu untuk membawa manfaat bagi semesta?
~~~~~~~~~~
-____- jadi ngelantur ngomongin cinta, padahal hanya ingin bilang suka sm puisinya beliau.. semoga ga ada yg salah sangka sy sedang terserang virus yg uncontrol-able.
0 komentar:
Post a Comment