Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

Monday, June 20, 2011

Keputusan Yang Mengubah Hidup

بسم الله الرحمن الرحيم
Hari itu, kali pertama aku menjadi juri di sebuah acara yang --menurutku-- bergengsi. Para nominee yang tahun ini perempuan semua sudah berkumpul di ruang briefing, berpakaian rapi lengkap dengan jas biru dongker. Hm, wajah-wajah yang tidak asing, pikirku. Seingatku, aku pernah bekerjasama dalam suatu kepanitian dengan mereka. Mereka tak lain dan tak bukan adalah para aktivis yang prestatif. Atau terbalik ya.. ;)

Waktu penjurian tiba, aku diamanahkan mewawancarai sisi kepribadian setiap peserta. Apa ya, jujur aku masih bingung untuk menerjemahkan poin-poin penilaian yang berupa topik menjadi kalimat tanya. Tapi aku tidak sendiri, ada seorang dokter senior yang menemaniku. Alhamdulillah, aku belajar dari pertanyaan-pertanyaan tajam yang beliau lontarkan. Tidak mau kalah, aku juga membuat pertanyaan sendiri.

"Boleh cerita tentang suatu hal yang karenanya hidup kamu berubah sama sekali?"
Peserta A menjawab keluarga..
Peserta B menjelaskan tentang yang lainnya..
Peserta C..
"mm...harus cerita ya teh?", tanyanya setengah hati
"Pribadi banget ya? Kalau ngga mau, ga dipaksa kok", jawabku santai.
"Eh, ga apa-apa..Biar aja..ya?", Senior di sebelahku malah menantang.
".........", dia diam sebentar saja, lalu kedua matanya mulai berair. Suasana hening. Sepertinya siapapun dan apapun yang ada di ruangan ini siap menjadi pendengar kisahnya.
"Hal yang mengubah hidup saya, saat saya memutuskan untuk tidak pacaran, teh.. dok..", Suaranya bergetar dan air matanya sudah tidak terbendung lagi.

Saturday, July 3, 2010

Dia di Dago Plaza

بسم الله الرحمن الرحيم
#Reuni SMA 2009

"Kenalin semua, ini Hady!"
"Ratih"
"Jona"
"Edu". Satu persatu kemudian kami menyahut perkenalan itu. Sampai tiba saatku..
"Intan", kataku sambil menungkupkan kedua tanganku.

Lelaki itu pacar temanku. Perawakannya kurus dan tinggi, walau aku sedikit lebih tinggi darinya. Kulitnya coklat tipikal orang Indonesia. Wajahnya sangat Jawa. Secara fisik, perempuan mana yang akan menganggapnya cakep? Tidak ada. Bahkan teman-teman lelakiku pun menyayangkan keputusan teman kami untuk berpacaran dengannya. Kami heran, kok bisa? Kali ini hanya gadis itu yang tahu mengapa selama ini begitu setia bersamanya.

Monday, April 19, 2010

Fullmoon

بسم الله الرحمن الرحيم

"Lihat keluar, chu. Bulannya purnama!"

Lagi dan lagi, kata-kata itu yang terngiang saat kulihat purnama
Detik dan detik berlalu bersama besit-besit asa yang tak henti melintasi memori
Terhenyak lalu berpaling

Allah...
Mengapa desah ini tak pernah hilang
Aku berlindung padaMu dari hati yang tidak tenteram

Biar purnama berikutnya kubisa menatapnya lebih lekat
lebih dekat

Wednesday, January 13, 2010

Mama, Aku Mau Berjilbab

بسم الله الرحمن الرحيم
Baru kali ini aku takut mati. Mengapa mati begitu membuat kuduk ini berdiri. Hati ini resah dan pikiran tak fokus. Ketakutan yang terjadi saat batin ini memberontak menginginkan haknya, ketakutan yang terjadi karena kesadaran tentang kewajibannya.

Dear Diary, today is Wednesday..
And every day why I feel more guilty..It's likely the death comes closer and closer to me
Allah, aku ingin berjilbab. Tapi mengapa begitu sulit diri ini terhijab.

Sementara tekad sudah membulat, aku baru tersadar bahwa dari dulu semua keinginanku tak bisa langsung dikabulkan orang tua, termasuk yang satu ini.
"Buat apa sih kamu pakai jilbab? jadi orang biasa-biasa aja!", sahut Mama.
Biasa-biasa saja itu seperti apa. Aku tidak mengerti.
"Nanti kamu susah masuk kuliah, susah dapet kerja, susah dapet suami!", tambah Mama. Aku terdiam.

Kompromi, penjelasan, strategi, bukannya tidak kupersiapkan. Tapi hari ini baru kali pertamaku meminta izin, mungkin belum saatnya menjelaskan semua. Mama kaget dan sedang emosi, kupikir.

Dear diary, tommorow is Thursday..
Apa yang harus kulakukan
Allah, mudahkanlah..
mudahkanlah..
lembutkan hati beliau ya Rabbana...

Besoknya, sepulang sekolah aku temui lagi Mama. Aku memohon dengan sangat. Memang aku tak piawai berkata-kata, tapi aku hanya ingin berusaha. Aku takut Mama tetap tidak mengijinkan, namun aku juga ingin membebaskan ketakutanku padaNya.

Sementara Mama masih tetap pada pendiriannya, aku berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tubuh ini kaku, namun panas terbakar jiwanya.

"Ya Allah..", bulir bening mulai menetes lebih pelan. Kubuka tangkup dua tanganku setinggi bahu.
"Apa yang bisa aku persembahkan bila esok adalah hari kematianku, sedangkan aku belum memenuhi kewajibanku padaMu..."
Dadaku mulai sesak, nafasku medalam diiringi isak-isak kecil.
"Ya, Allah, aku takut... aku takut.. "
Raga ini begitu berat, tak kuat lagi menahan bebannya. Aku tersungkur, membenamkan kepalaku. Bersujud, khusyuk.

***

Hari ini, Jumat ceria. Setiap hari Jumat sekolahku mewajibkan muslimahnya untuk berseragam muslimah, menutup aurat. Alhamdulillah. Luar biasa. Hatiku begitu berbunga karenanya. Tapi besok. Pikiranku melayang. Strategi berikutnya mulai terbayang.

Sore ini harus kusampaikan, Mama harus tahu. Sia-sia kakak mentorku mengajariku kalau hal ini tidak diketahui Mama.

***

"Mama", kataku pelan. Kurasa suasana hatinya sedang tenang kali ini. Beliau selalu terlihat nikmat bila sedang memasak.
"Ini, mama baca deh", aku menyodorkan Al-Quran pada beliau. Mama menengok ke ayat yang kutunjuk lalu mengambilnya.
"Ternyata di Al-Qur'an ada, lho ma, perintah untuk berjilbab."
Mama membaca sepintas lalu ditutupnya Al-Qur'an itu cepat.
"Ngga", sahut Mama singkat. Beliau memalingkan wajahnya, melanjutkan memasaknya.
hhhhhhhffffh, Astagfirullahal'adzim. Rabbi.. wakhulul ukhdatammillisaani.. yafqahu qauli..
"Mama, pokoknya mulai besok, Ira mau pakai jilbab", kataku singkat.

***
"Aira!!!!!" Kulihat Ninis dari jauh melambaikan tangannya. Ia berlari mendekatiku yang baru saja sampai di depan pintu kelas.
"Cieeee.....beneran dah pakai nih sekarang???", tanyanya setengah takjub setengah sadar.
Aku mengangguk
"Alhamdulillah!" teriaknya nyaring. Aku pun tak mau kalah mengucap syukur.
Kelasku hari ini penuh dengan taburan bunga dalam mataku. Bunga itu dari hatiku. Hampir seluruh temanku, bahkan beberapa guru yang mengajar, mengucap selamat dan mendoakanku agar istiqamah. Alhamdulillah.

Sementara pagi tadi Mama tetap memalingkan matanya tak mau menatapku. Baru hari ini, baru pagi tadi, kepergianku menuntut ilmu diiringi wajah sendu orang tuaku. Hatiku gerimis.

Ya Allah, aku begitu mencintainya.. Tapi cintaku padaMu melebihinya..
Bismillahi tawakaltu alallah..

"Dan katakanlah kepada pada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra saudara laki-laki mereka, atau putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan lelaki (tua) rumah tidak memiliki keingingan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan.

Dan janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."
(An Nuur [24]; 31)

***

Tiga hari berlalu. Perang dingin yang dilancarkan Mama dihentikannya. Mamaku, wanita yang lembut tapi keras, sama persis seperti diriku. Perlahan hatinya meluluh. Mau tidak mau, beliau menerima kenyataan bahwa aku tetap pada pendirianku.

Bertambah satu yang aku yakini: Rencana Allah selalu indah. Selalu indah untuk hamba-hambaNya yang mengorbankan dirinya untukNya, yang mengorbankan peluh dan pemikiran untukNya, yang rela dijauhi orang tua kandungnya, yang berani menembus batas kejahiliyahan.



bersambung...









Tuesday, January 12, 2010

Mama, Aku Ga Pacaran

بسم الله الرحمن الرحيم
"Dek, gimana pacarmu? sehat?", tanya kakak sepupuku
"Dek, kok ga pernah kenalin ke aku? Salam ya nanti kalau ketemu!", tanya kakak sepupuku yang lain dilain waktu.

Mamaku hanya senyum-senyum dan menimpali alakadarnya kalau ada yg bertanya hal seperti itu. Khawatir juga nampaknya. Anak bungsunya belum juga punya gandengan pasti. Gosip selalu beredar disekitarku. Aku, Aira Hayyatunnisa, si bungsu yang belum lagi dewasa mulai terbiasa terpapar dengan pertanyaan dunia orang dewasa.

"Mama, aku ga mau pacaran", kataku suatu hari. Wanita paruh baya yang sedang menikmati tontonannya itu menengok ke arahku. Aku duduk merapat sedikit ke hadapannya.
"Mungkin nanti, yang jadi jodoh aku, aku kenal sama dia mungkin juga ngga. Tapi yang jelas aku ga mau pacaran ya, ma"
"Kenapa memang?", sahut Mama.
"Ga jelas, ma.. Iya kalau dia jodohku terus kita nikah. Kalau ngga gimana ma? Aku ga mau begitu. Aku ga mau sakit hati, aku juga ga mau nyakitin hatinya", jelasku sedikit. Mama nampaknya belum bisa menerima.
"Terus kamu bisa tau tentang dirinya gimana? Baik atau ngga? Sekolahnya, keluarganya?"
"Ma, itu kan bisa ditanya langsung ke dia. Mama sama Papa bahkan nanti bisa berinteraksi banyak sama dia. Mama juga bisa langsung tau baik atau ngga-nya. Kata Mama dulu, kalau pacaran kan yang bagus2nya aja yang ditampilin. Ya, kan Ma?". Mama mengangguk. Kukalungkan tanganku dipinggangnya. Kucium takzim pipinya.

"Mama, aku hanya ingin seseorang yang terbaik buatku, buat Mama, Papa dan kakak. Aku percaya kalau menikah bisa kok tanpa harus berlama-lama kenal apalagi pakai pacaran.. Mama jangan khawatir ya.. InsyaAllah.."

bersambung

Jadilah seperti bintang yang indah kemilau namun sulit untuk digapai. Seperti melati begitu lembut dan suci, seperti mawar yang indah namun memiliki duri untuk melindungi diri. Ukhty moga kita bisa menjadi muslimah yang begitu lembut, anggun begitu banyak yang menginginkan namun sulit dimiliki sembarang orang karena kita teguh terhadap Allah dan Rasul.
Click to view my Personality Profile page