Meningitis tuberkulosa merupakan manifestasi klinis paling sering dari infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mengenai arakhnoid, piamater, dan cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel. Pada anak-anak, dihasilkan dari bakteriemia yang mengikuti fase inisial dari tuberkulosis paru primer. Pada orang dewasa, dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer. Meningitis tuberkulosa selalu merupakan sekunder dari penyakit tuberkulosa pada organ lainnya. Fokus primer biasanya terdapat di paru-paru, namun dapat juga terjadi di kelenjar limfe, tulang, sinus nasalis, GI tract, atau organ-organ lainnya. Onset biasanya sub akut.
· Stage I :
Describes the early non specific symptom and sign, including apathy, irritability, headache, malaise, fever, anorexia, nausea, and vomiting, without any alterations in the level of consciousness.
· Stage II:
Described altered consciousness without coma or delirium but with minor focal neurological sign. Symptomps and signs of meningism and meningitis are present, in addition to focal neurological deficits, cranial nerve palsies, and abnormal movement.
· Stage III:
Describes an advanced state with stupor or coma, severe neurological deficits, seizures, posturing, and/or abnormal movement.
Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa tidak berkembang secara akut dari penyebaran tuberkel bacilli ke meningen secara hematogen, melainkan merupakan hasil dari pelepasan tuberkel bacilli ke dalam rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa subependimal. Selama fase inisial dari infeksi, sejumlah kecil tuberkel berukuran seperti biji tersebar di dalam substansi otak dan meningen. Tuberkel-tuberkel ini cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh besar, dan biasanya caseating, lembut dan membentuk eksudat. Kemungkinan lesi kaseosa untuk menyebabkan meningitis ditentukan dari kedekatan jarak lesi dengan rongga subarakhnoid dan kecepatan enkapsulasi fibrosa berkembang akibat resistensi imun dapatan. Foci caseosa subependymal dapat terus tak bergejala selama berbulan-bulan bahkan tahunan tetapi kemudian dapat menyebabkan meningitis melalui pelepasan bacilli dan antigen tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis meningitis tuberkulosa dapat berupa sindroma meningitis akut memberikan gejala koma, peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan defisit neurologis fokal atau berupa slowly progressive dementing illness. Ketika infeksi berupa sindroma meningitis akut, tanda dan gejala karakteristiknya adalah nyeri kepala, malaise, meningismus, papil edema, muntah, bingung, kejang, dan defisit saraf kranial. Pasien dirawat dengan letargi atau stupor dapat menjadi koma dalam hitungan hari. Demam dapat muncul, dapat pula tidak muncul.
Meningitis tuberkulosa dapat pula tampak sebagai slowly progressive dementing illness dengan defisit memori dan perubahan perilaku yang khas pada penyakit lobus frontalis, berupa abulia, dan inkontinensia urin dan fecal. Bentuk ini merupakan bentuk meningitis tuberkulosa yang banyak ditemukan. Defisit saraf kranialis dan konvulsi juga terjadi pada meningitis tuberkulosa subakut. Kadang ada riwayat anorexia, batuk, berkeringat pada malam hari dan penurunan berat badan dalam waktu beberapa hari sampai beberapa bulan, akibat perkembangan gejala infeksi susunan saraf pusat.
Ensefalopati tuberkulosa juga dijelaskan sebagai sindroma konvulsi, stupor atau koma, gerakan involunter, paralysis, dan spasme atau rigiditas deserebrasi dengan atau tanpa gejala klinis meningitis atau kelainan CSS pada meningitis tuberkulosa. Secara patologis tampak edema difus dari cerebral white matter dengan hilangnya neuron dalam gray matter, leukoencephalopathy hemorrhagic, atau encephalomyelitis demyelinating pasca infeksi. Sindroma ini terutama tampak pada anak dengan tuberkulosis milier atau diseminata.
Tanda dan Gejala Meningitis Tuberkulosa
Gejala | Tanda |
Prodromal Anorexia Penurunan berat badan Batuk Keringat malam hari CNS Nyeri kepala Meningismus Perubahan tingkat kesadaran | Adenopati (paling sering servikal) Suara tambahan pada auskultasi paru (apices) Tuberkel koroidal Demam (paling tinggi pada sore hari) Rigiditas nuchal Papil edema Defisit neurologis fokal tuberculin skin test (+) |
Komplikasi
Meningitis tuberkulosa dapat memberikan berbagai macam komplikasi seperti berikut:
• Kelumpuhan saraf otak
Proses patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus, terutama berkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat di sekeliling fossa interpedunkularis, fissure silvii; meliputi kiasma optikus dan meluas di sekitar pons dan serebelum. Secara mikroskopis, awalnya eksudat terdiri dari leukosit polimorfonuklear, eritrosit, makrofag dan limfosit disertai timbulnya fibroblast dan elemen jaringan ikat. Eksudat yang tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan saraf otak yang tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV dan N VII, dan bahkan dapat terjadi pada N VIII dan N II.
Kerusakan pada N II berupa kebutaan, dapat disebabkan oleh lesi tuberkulosisnya sendiri yang terdapat pada N Optikus atau karena penekanan pada kiasma oleh eksudat peradangan atau karena akibat sekunder dari edema papil atau hidrosefalusnya. Neuropati optic ialah istilah umum untuk setiap kelainan atau penyakit yang mengenai saraf optic yang diakibatkan oleh proses inflamasi, infiltrasi, kompresi, iskemik, nutrisi maupun toksik. Neuropati optic toksik dapat terjadi karena paparan zat beracun, alcohol, atau sebagai akibat komplikasi dari terapi medikamentosa. Gejala klinisnya antara lain adanya penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (mulai dari penurunan tajam penglihatan yang minimal sampai maksimal tanpa persepsi cahaya), gangguan fungsi visual berupa kelainan lapang pandang. Pada pengobatan tuberkulosis dapat terjadi neuropati optic, yang paling sering karena Etambutol, tetapi Isoniazid dan Streptomisin juga dapat menyebabkan hal tersebut.
Kerusakan pada N VIII umumnya lebih sering karena keracunan obat streptomisinnya dibandingkan karena penyakit meningitis tuberkulosanya sendiri.
• Arteritis
Infiltrasi eksudat pada pembuluh darah kortikal atau meningel menyebabkan proses inflamasi yang terutama mengenai arteri kecil dan sedang sehingga menimbulkan vaskulitis.
Secara mikroskopis, tunika adventitia pembuluh darah mengalami perubahan dimana dapat ditemukan sel-sel radang tuberkulosis dan nekrosis perkejuan, kadang juga dapat ditemukan bakteri tuberkulosis. Tunika intima juga dapat mengalami transformasi serupa atau mengalami erosi akibat degenerasi fibrinoid-hialin, diikuti proliferasi sel sub endotel reaktif yang dapat sedemikian tebal sehingga menimbulkan oklusi lumen. Vaskulitis dapat menyebabkan timbulnya spasme pada pembuluh darah, terbentuknya thrombus dengan oklusi vascular dan emboli yang menyertainya, dilatasi aneurisma mikotik dengan rupture serta perdarahan fokal. Vaskulitis yang terjadi menimbulkan infark serebri dengan lokasi tersering pada distribusi a. serebri media dan a. striata lateral.
• Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dari meningitis tuberkulosa dan dapat saja terjadi walaupun telah mendapat terapi dengan respon yang baik. Hampir selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup lebih dari 4-6 minggu. Hidrosefalus sering menimbulkan kebutaan dan dapat menjadi penyebab kematian yang lambat. Perluasan inflamasi pada sisterna basal menyebabkan gangguan absorpsi CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans dan dapat pula terjadi hidrosefalus obstruksi (hidrosefalus non komunikans) akibat dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak, edema pada mesensefalon atau adanya tuberkuloma pada batang otak atau akibat oklusi foramen Luschka oleh eksudat.
Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi pada meningitis tuberkulosa. Adanya blok pada sisterna basalis terutama pada sisterna pontis dan interpedunkularis oleh eksudat tuberkulosis yang kental menyebabkan gangguan penyerapan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara lain ialah ataksia, inkontinensia urin dan demensia. Dapat juga terjadi hidrosefalus non komunikans (obstruktif) akibat penyumbatan akuaduktus atau foramen Luschka oleh eksudat yang kental. Gejala klinisnya ialah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah, papiledema, refleks patologis (+) dan parese N VI bilateral.
• Arakhnoiditis
Adalah suatu proses peradangan kronik dan fibrous dari leptomeningen (arakhnoid dan pia mater). Biasanya terjadi pada kanalis spinalis. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi karena tuberkulosa, terjadi sebelum maupun sesudah munculnya gejala klinis meningitis tuberkulosis. Bila tuberkel submeningeal pecah ke dalam rongga subarakhnoid, akan menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrosa sehingga terjadi perlengketan di leptomeningen medulla spinalis. Gejala klinis timbul akibat adanya kompresi local pada medulla spinalis atau terkenanya radiks secara difus.
Arakhnoiditis spinal paling sering mengenai pertengahan vertebra thorakalis, diikuti oleh vertebra lumbalis dan vertebra servikalis. Biasanya perlekatan dimulai dari dorsal medulla spinalis. Gejala pertama biasanya berupa nyeri spontan bersifat radikuler, diikuti oleh gangguan motorik berupa paraplegi atau tetraplegi. Gangguan sensorik dapat bersifat segmental di bawah level penjepitan. Kemudian dapat terjadi retensi kandung kemih. Pemeriksaan penunjang untuk arakhnoiditis dapat dengan mielografi. Bisa didapatkan blok parsial atau total, dapat juga memberikan gambaran tetesan lilin.
• SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon)
SIADH adalah peningkatan anti diuretic hormon (arginine vasopressin) yang berhubungan dengan hiponatremia tanpa terjadinya edema maupun hipovolemia. Pengeluaran ADH tidak sejalan dengan adanya hipoosmolalitas. Pasien diduga SIADH jika konsentrasi urin > 300 mOsm/kg dan didapatkan hiponatremi tanpa adanya edema, hipotensi orthstatik, atau tanda-tanda dehidrasi. Semua penyebab hiponatremi lain harus sudah disingkirkan.
SIADH merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada meningitis tuberkulosis. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena reaksi peradangan lebih banyak pada basis otak atau basil TBC sendiri “host response” terhadap organisme penyebab. Terjadi peningkatan produksi hormon antidiuretik dengan akibat terjadi retensi cairan yang dapat menimbulkan tanda-tanda intoksikasi cairan.
Kriteria diagnostik :
1. kadar serum natrium <135 mEq/L
2. Osmolalitas serum <280 mOsm/L
3. Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya > 18 mEq/L)
4. Rasio osmolalitas urin/serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 1
5. Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal
6. Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi
Penderita biasanya normovolemik.
• Sekuele
Dapat terjadi sekuele hemiparesis spastik, ataksia, dan paresis saraf cranial persisten. Pada 50 % anak dengan kejang pada saat meningitis dapat meninggalkan sekuele gangguan kejang. Atrofi N Optikus dapat terjadi dengan gangguan visual yang bervariasi sampai buta total. Syringomielia dapat terjadi komplikasi pada masa konvalesen sebagai akibat dari vaskulitis pembuluh darah medulla spinalis karena mielomalasia iskemik. Berbagai gangguan endokrin dapat terjadi sebagai akibat dari arteritis atau kalsifikasi dan infark selanjutnya pada proksimal hipotalamus dan kelenjar pituitary.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosa:
- Tuberculin skin test
- Foto roentgen: adenopati hilar, ,infiltrasi nodular lobus atas, pola milier
- Computed tomography atau Magnetic Resonance Imaging: hidrosefalus & basilar meningeal enhancement pasca kontras
- Pemeriksaan cairan serebrospinal: limfositik pleositosis, pewarnaan tahan asam dan kultur
- Pemeriksaan mata untuk koroid tuberkel
- Pewarnaan urin dan sputum dan kultur untuk bakteri tahan asam
Abnormalitas CSS yang klasik ada pada meningitis tuberkulosa adalah:
- Peningkatan tekanan pembukaan
- Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
- Jumlah sel leukosit antara 10-500 sel/mm³ dengan limfosit predominan
- Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
Abnormalitas CSS yang ditemukan pada meningitis tuberkulosa:
- Peningkatan jumlah leukosit antara 10-500 sel/mm³ dengan limfosit predominan
- Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
- Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
- Kultur positif pada 75 % kasus membutuhkan 3-6 minggu untuk tumbuh
- Penurunan konaentrasi klorida
- Rasio bromida serum/cairan serebrospinal yang rendah
- Assay asam tuberculostearic positif
Pengobatan
A. Umum
- Bed rest dan Tirah baring
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Ventilasi
- Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance
B. Kausa
1. Obat Anti Tuberkulosa
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Pengobatan yang diberikan pada pasien meningitis tuberkulosa adalah pengobatan kategori I yang ditujukan terhadap :
- kasus tuberkulosis paru baru dengan sputum BTA positif
- penderita TB paru, sputum BTA negative, roentgen positif dengan kelainan paru luas
- kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat separti meningitis, tuberkulosis diseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologist, kelainan paru yang luas dengan BTA negative, tuberkulosis usus, tuberkulosis genitourinarius
- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan BTA menjadi negative, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4 macam obat. Ada beberapa ahli yang merekomendasikan pengobatan 2HRZE/ 7 HR
2. Steroid
Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan peningkatan tekanan intracranial, kortikosteroid dapat menguntungkan, karena patofisiologi koma dan peningkatan tekanan intracranial sama pada kedua penyakit itu. Pada pasien dengan presentasi meningitis yang subakut, kortikosteroid mungkin sedikit menguntungkan bila edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial bukan merupakan etiologi dari komplikasi neurologis.
Dexamethasone menurunkan edema otak, menurunkan resistensi outflow CSS, menurunkan produksi sitokin inflamasi, menurunkan jumlah leukosit, sehingga masa inflamasi di ruang subarakhnoid berkurang, dan meminimalisasi kerusakan di sawar darah otak.
Kriteria Diagnosis (Ogawa)
- Definite : BTA ditemukan dalam LCS ( kultur atau biopsi)
- Probable :
- Pleositosis pada LCS
- Perwarnaan BTA (-)
- Diikuti dari salah satu dibawah ini:
i. Tes tuberkulin (+)
ii. Adanya TB dluar SSP atau ada TB paru aktif atau terpapar TB sebelumnya
iii. LCS Glukosa < 40 mg%
iv. LCS protein > 60 mg%
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams & Victor's Principles Of Neurology 7th edition, 2000
2. Diktat Neurologi Klinis, Bagian Ilmu penyakit saraf,1993.
3. Pedoman Nasiona penanggulangan Tuberkulosis, Depkes, 2007
4. WHO, TB a clinical manual for South East Asia, 1997
1 komentar:
Sumbernya dari mana ini masbro?
Post a Comment