Showing posts with label Dokter Muda. Show all posts
Showing posts with label Dokter Muda. Show all posts

Monday, May 7, 2012

Tentang Konsulen Saat OSCE

بسم الله الرحمن الرحيم
Sepi banget ini blog ya Allah. Maafkan saya para pembaca setia *sok eksis*. Saya sedang terkena penyakit malas tingkat Jawa Barat. Buka-buka blog sendiri, balas komentar, tapi tidak kontributif. Jadi menohok diri sendiri.
Eh, tapi ada satu cerita menggelitik pikiran saya saat OSCE (ujian praktik) beberapa bulan lalu. Tentang salah satu konsulen penguji yang menurut saya gaul di usia bayanya. FYI, konsulen-konsulen FK itu ajaib, selain sibuk bisa berpindah-pindah kota dalam sehari, apa yang mereka pikirkan pun sering membuat saya terpana. Kalau tentang kedokteran menurut spesialisasinya mah biasa ya. Tapi ini..

Pagi itu ujian OSCE 15 station yang terdiri dari 12 station kasus dan 3 station istirahat. Singkat cerita, tibalah saya di station Apendisitis Akut (radang usus buntu). Berhubung kasus ini sering dijumpai sewaktu pendidikan dokter muda (koas) bagian Bedah, saya lebih cepat menuntaskan kasusnya mulai dari anamnesis pasien, pemeriksaan fisik, lab penunjang, surat rujukan, terapi farmakologis dan non farmakologis.  Sepuluh menit dari 13 menit waktu yg disediakan. Kecepetan, pikir saya. Suka lupa waktu kalau standardized pasiennya kooperatif, tahu-tahu selesai. Haduw, ga suka kondisi begini bikin salah tingkah. Mau lari-lari salah, mau keluar duluan salah, mau loncat-loncat apa lagi, hehe. Mana konsulen penguji biasanya satu suara untuk tutup mulut berjamaah. Yaudahlah diem aja. 
"Dek, pengetahuan agama kamu dalam?" Tiba-tiba penguji bertanya.

Saturday, April 7, 2012

Curhat Agenda Awal Tahun (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
Dear All,
Saya baru saja diingatkan tentang atrofi; bahwa sel, jaringan, organ tubuh kita akan mengalami penyusutan bila tidak digunakan. Contohnya pasien yang terbaring berberapa hari di rumah sakit akan mengalami penyusutan otot beberapa persen. Akibatnya pasien dapat terlihat lebih kurus juga sulit menggerakan kembali tubuhnya.

Blog ini seperti empunya --meskipun tidak sepenuhnya-- yang sedang menuju atrofi sebab dibiarkan saja dan sepi dari tulisan baru. Padahal saya ingin sekali menuangkan banyak tulisan sejak awal tahun lalu. Uhhhhf.. Memang blognya sepi, tapi saya merasa lebih kaya dengan berbagai aktifitas lama dan baru;

..menyelesaikan stase terakhir di obgin dengan antusiasme naik turun. Stase ini saya banyak bersentuhan dengan pasien, dengan perutnya, anaknya, ari-ari, perineum dan bagian terlarang bagi bukan mahram. Disinilah saya merasakan langsung betapa pentingnya dokter kandungan (Sp.OG) itu seorang wanita. Saya juga tergoda untuk menjadi Sp.OG, tapi begitu melihat proses pendidikannya.. enggg.. mikir-mikir lagi deh.

Sembilan minggu saja di obgin. Minggu-minggu awal semangat konstan, teman-teman bilang saya kosambi (koas ambisius). Gimana enggak, list targetnya aja segitu banyak (lihat buku panduan). Tapi setelah target yang saya buat terpenuhi, apalagi selesai midtest dan mini C-Ex, semangat itu menguap. Uapnya saya tampung dan ditransformasi menjadi semangat yang lainnya; bikin paper-bukan-sembarang-paper *halah* yang bikin saya pusing tujuh keliling et causa ujian keimanan. Selera obgin saya berkurang;
teman: "pasien baru, tan"
saya:"mangga, kamu aja atau yang belum" (jari saya setia senam diatas keyboard)
Hari-hari berlalu, sampai-sampai seorang teteh berkomentar, "Intan itu semangatnya cuma dua; kalau ga diatas banget ya dibawah banget..hahaha" TEPAT SEKALI. Kan semangat saya teralihkan teteh. Saya hanya bisa ikut tertawa membenarkan saat itu.

Mengapa ujian keimanan? karena saat menulis paper, saya juga harus menuntaskan satu hal yang memberatkan kualitas hidup saya. Makanya, kalau orang lain bisa menyelesaikan tulisannya 1-2 jam, saya membutuhkan waktu 3 minggu, sodaraa! #tepokjidat. Maaf. Tapi saya suka dengan hasilnya. Betapa perjuangan mengumpulkan memori yang terpencar dalam berbagai dimensi itu begitu memeras otak dan melelahkan hati; capek, karena harus merepresi hal yang tidak jelas.

Saturday, February 11, 2012

Obgin: RS Jejaring #2; Lahir sendiri

بسم الله الرحمن الرحيم
Teman-teman pernah mendengar kalau melahirkan itu alami dan tanpa penolong pun bayi akan keluar sendiri? Itu benar! Di RS Jejaring #2 hal itu terjadi. Saat saya jaga malam sekitar pukul 10 sang ibu G3P2A0 tampak gelisah mengeluh mules-mules ingin melahirkan. Saya periksa kontraksinya sering, lama (> 60 detik) dan kuat. Dari pemeriksaan dalam, masih pembukaan 4 cm. Saya perkirakan masih 3-4 jam lagi lahirnya, maka saya tunggu di luar kamar bersalin (nurse station dekat pintu) bersama teman dari kebidanan sambil berkenalan, cerita, ngerumpilah biar tetap melek. Tapi saya was-was dengan ibu itu sebab kontraksinya lebih lama daripada ibu-ibu lainnya dengan pembukaan yg sama. Ibu ini juga begitu gelisah meski tidak rewel.

Sekitar jam 12 malam, tiba-tiba ada yang memanggil dari dalam "Sus (suster maksudnya, padahal kami Dokter dan Bidan, huhu)..tolong suuuuuss", terdentar teriakan lelaki. Lalu kami bergegas mendekati sumber suara beberapa meter dari pintu sambil berlari. Tak lama ada suara tangisan bayi. Subhanallah, ada bayi di depan sang ibu. Kami segera bertindak tanpa suara *speechless*, menyelimuti dan mengeringkan bayi, memotong tali pusat, mengeluarkan ari-ari, dll.

Herannya, suaminya terlihat santai dan biasa saja. Bahkan meminta tolong ketika bayinya sudah benar-benar keluar dari rahim istrinya. Padahal sedari tadi dia di samping istrinya, apakah sedari tadi takjub dengan proses persalinan sehingga lupa? Saya hanya geleng-geleng. Sang bidan yang bertanya langsung.

Kalau sudah begini hanya bisa berkata; tak bisa menolak kehendak Allah. Kalau sudah waktunya, perkiraan manusia pun tak ada artinya, kecuali jadi pengingat agar terus belajar ilmuNya.

Omong-omong, kalau teman-teman jadi saya, mau diisi apa keterangan status persalinan:
"PENOLONG: ......"
"ASISTEN:....."
Jika yang dimaksud hanya menolong melahirkan bayi, kosongkan saja status (rekam medis-red) itu? hehe. Tapi kan tindakan medis terhadap parturien tidak hanya itu saja ya :)

Sunday, January 15, 2012

Ibu, Ada Surga di Bawah Kakimu

بسم الله الرحمن الرحيم
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwb_7u9MqPVNxDWhk5Wvn85G2XhfifSV6xHNCOgXG5L4cKqTG0sa9Ap2_PwEoDYjy0TOd-oL7asBnG1l4l6VL1sFU9L9RzlXw3NKeuBo0lWP05Tla_3sbD2xCese780HYN_sYw_Wl90J7M/s320/Ummi.jpg

Ada hal menarik dan menyentuh di setiap status kawan yang baru saja memasuki rotasi obgin. Obgin, entah mengapa hampir semua yang memasuki bagian ini selalu teringat akan seseorang bernama ibu. Lalu menulis hal yang melankolis, dramatis, namun begitu menggetarkan jiwa karena lahir dari hati-hati yang berkesempatan melihat dan membantu perjuangan ibu di depan mata.

Tapi ini bukan kali pertama saya melihat seorang ibu melahirkan. Di rotasi sebelumnya: Anak, saya juga sempat melihat. Bukan tidak punya hati, tapi saya hanya bisa melihat dan standby di dekat kaki ibu untuk 'menangkap' anak yang lahir dari rahimnya lalu mengurusnya di bawah radiant warmer, menimbang dan sebagainya, lalu follow up di ruang perinatologi.
Lain halnya ketika saya benar-benar berada di Obgin. Peran saya ternyata tidak sesimpel itu. Mulai dari menganamnesis (wawancara dokter-pasien) ketika ibu itu datang dalam posisi duduk atau berbaring. Ada yang datang karena mules-mules pertanda waktu melahirkan kian dekat. Ada juga yang datang karena perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa nyeri. Ada yg datang dengan kejang-kejang. Ada yang datang dengan tekanan darah begitu tinggi, dll. Membuat rencana terapi. Menyiapkan partus set jika dekat waktu melahirkan. Informed consent.

 Sampai tibalah saatnya melahirkan. Saya tidak lagi berdiri di dekat kakinya, tapi saya berada dekat diantara kedua kakinya; membantu persalinan! Ah, jika saya bukan dokter, jika saya tidak pernah dididik selama ini tentang ilmu melahirkan, mungkin saya bisa pingsan atau lari menjauh melihat prosesnya yang berdarah-darah. Melihat 'sesuatu' yang begitu besar keluar dari jalan lahir yang begitu kecil.

Thursday, January 12, 2012

Obgin: RS Jejaring #1

بسم الله الرحمن الرحيم
Jum'at! Ya Allah, sudah malam Jum'at lagi!
Ini minggu ketiga saya di bagian Obgin (Obstetri/Ginekologi). Ini seminggu saya di RS jejaring pertama dari tiga rotasi RS Jejaring selama di Obgin. Obgin menyenangkan se-menyenangkan Family Medicine.

Menjadi dokter muda masih banyak yang harus dipelajari. Di RSHS banyaknya belajar dengan memandang, kalau di jejaring kita bisa banyak tindakan. Kalau interaksi sama pasien di keduanya bebas. RSHS gitu, RS tipe A pusat rujukan se Jawa Barat (dan Nasional) dengan kasus-kasus subspesialitik yang artinya ranahnya para subspesialis yang residen saja terkadang tidak tahu. Apalagi kami? Mau jadi dokter yang hanya ahli memandang?

Jadi, beruntung bisa belajar juga di RS Jejaring. Seteng-seteng (50/50). Ilmu yang complicated dipelajari, tapi kompetensi sebagai dokter umum juga terfasilitasi. Alhamdulillah. Tinggal kembali kepada pribadi masing-masing untuk memanfaatkan semuanya.

Disini, di RS Jejaring, ada baaaanyaaak cerita, ada banyak inspirasi, ada banyak kerjaan juga. Sampai saya bingung mau nulisnya dari mana.

Saturday, December 31, 2011

Obgin Obsgin Obsgyn

بسم الله الرحمن الرحيم
What's in a name? tanya Juliet dalam monolognya. Sebutan bagian Obstetri dan Ginekologi bermacam-macam ya di setiap fakultas. Di Unpad pakai bahasa Indonesia; Bagian Obstetri dan Ginekologi, disingkat Obgin, dibaca objin (bukan obhin *belanda mode hehe). Yah, what's in a name? ~ Apalah arti sebuah nama (baca: singkatan), toh pengertiannya sama saja. Kalau serunya, apakah sama?

Saya baru 1 minggu menjalani rotasi obgin. Kata senior, obgin termasuk rotasi yang menyenangkan. Tanya kenapa? saya juga masih bertanya-tanya. Kata kelompok sebelumnya, rotasi ini seru karena banyak kondisi yang memaksa kita untuk belajar dengan menyenangkan. Masih abstrak rupanya, tapi perlahan faktanya terurai dari hari ke hari..

Hari pertama bertemu dengan CP untuk dokter muda di bagian administrasi.
Lalu bertemu  dan disambut oleh Kepala bagian dan Koordinator PSPD yg sangat baik, tegas dan peduli.
Lalu diberi pengantar obgin.
Lalu CBT -semacam skill's lab- proses persalinan, bimanual plasenta dan pemasangan IUD oleh bidan senior.
Lalu menjahit episiotomi dipandu residen senior langsung di v*gina b*bi (maaf)
Lalu..
Masih banyak hal-hal dari bagian ini yang menyenangkan selain bagian ini adalah rotasi terakhir bagi saya sebelum sumpah dokter (aamiin, insyaAllah).

Semoga 8 minggu berikutnya juga tidak kalah menyenangkan :) literally fun!



Saturday, December 24, 2011

Ujian Konseling

بسم الله الرحمن الرحيم
My counseling session is in 24 hour. I've done prepping my patient, her medrec, reviewing her illness, writing down the scenario, speaking it not-out loud. She is a lovable old woman, though. And I got my heart beats so fast until I meet her earlier on the next day..

***

Pagi itu, saya sengaja datang satu jam lebih awal. Pendaftaran pasien di Puskemas sudah dibuka sejak sebelum saya datang, namun pemeriksaan pasien masih puluhan menit lagi. Berhubung hari ini Senin, harinya poli lansia selain hari Kamis. Pas sekali, saya mendapat giliran ujian hari Senin dan pasien saya seorang lansia. Sebagian teman lainnya tergilir besok untuk ujian.

Jam 8 kurang, batin saya melihat jam. Saya berjalan sedikit menuju Puskesmas. Dari jauh saya memperhatikan sosok nenek berjilbab duduk dekat pedagang siomay di gerbang depan Puskesmas. Saya percepat langkah mendekatinya.
"Ibu?", saya kaget, ibu itu tidak. Saya tidak lupa kalau janji bertemu adalah jam 9 pagi.
"Kok sudah datang pagi-pagi begini?" Bukannya tidak bersyukur, tapi saya heran dan penasaran. Ternyata ibu itu juga punya janji dengan cucunya yang katanya mau periksa kelenjar di lehernya yang bengkak.
"Tapi cucu ibu belum datang juga" keluhnya sedih. Kasihan, masih pagi sudah dikecewakan cucu.
"Sabar ya, ibu. Ibu mau menunggu disini atau ke dalam sama saya?"
"Disini aja, neng"
"Kalau begitu saya ke dalam dulu ya, bu. Mau siap-siap. Nanti jam 9 saya kesini lagi"

Jam 9 kurang. Puskesmas semakin ramai oleh pasien. Di Puskesmas ini jumlah pasien ratusan setiap harinya; Poli umum (BP) sekitar 70-80 pasien, Lansia 40-50 pasien, MTBS (anak 0-5th) belasan pasien, KIA (ibu hamil,dll) juga banyak dan TB ada puluhan pasien.

Saya tengok dari jendela lantai 2 ke arah para lansia mengantri duduk. Ibu itu tidak ada disana, tidak juga di depan gerbang. Makin deg-deg-an jadinya. Meskipun tadi lebih tenang karena preceptor berhalangan datang menguji karena ada tugas ke luar kota. Tapi Kepala Puskesmas sudah datang dan siap menguji walaupun sendiri.
"Pasien saya sudah datang, dok. Tapi barusan saya lihat beliau 'menghilang'"
"Ya sudah nanti langsung ke bawah saja ya. Saya siapkan tempat dulu sambil periksa di Lansia"
"Oh, iya dok. Tadi saya juga sudah daftarkan pasiennya. Nomor antrian 13"

Tidak lama, saya turun ke lantai 1 mencari sang ibu. Ternyata ibu itu sudah duduk manis seraya mengobrol dengan sejawat di sampingnya.
"Ibu, kalau ibu dipanggil, saya yang periksa di dalam, ya. Saya periksa pasien lain dulu"

Di bagian Lansia, nampak kepala puskesmas sibuk memeriksa pasien. Saya menghampirinya untuk memberi tahu kalau pasien saya sudah datang dan siap (siaaap?) diuji. Sementara menunggu nomor antrian, saya meminta izin untuk membantu teman memeriksa di MTBS. Gak nyambung sama ujian ya? Saya pikir, dari pada nunggu di kantor, lebih baik saya periksa beberapa pasien. Pasien terobati, deg-deg-an saya juga *counter-transference: mode*

***

Ujian dimulai. Setelah saya persilakan duduk, menyapa dan berkenalan *padahal sudah kenal, secara sudah homevisit 3 kali. Lalu, saya jelaskan sedikit tentang konseling dan tujuannya..
"Ibu, kita mengobrol sebentar tentang penyakit ibu ya, mungkin sekitar 10-15 menit. Tujuannya untuk mengetahui penyebab, faktor-faktor risiko, pengobatan dan pencegahannya. Bagaimana bu?"
Ibu itu menangguk dan tersenyum. Lalu saya lanjutkan dengan brief anamnesis.
"Sekarang apa yang dirasakan bu?"
"Pegel-pegel, dok", jawabnya sambil meremas pundak kanan.
"Kalau lututnya bagaimana?". By the way, saya mau konseling tentang osteoartritisnya. Kok jadi pegel pundak? Bukannya tidak mungkin tapi..*gawat.com*

Friday, December 23, 2011

Belajar Konseling

بسم الله الرحمن الرحيم
Kata konseling baru saya kenal saat saya duduk di SMP. Bahkan saya lupa apakah di SD dulu ada yang namanya bagian BK alias Bimbingan Konseling. Yang saya pikirkan hanya satu: BK termasuk blacklist yang harus saya hindari. Habisnya, yang dipanggil kesana kebanyakan yang bermasalah menyangkut attitude. Konseling pertama dan terakhir di SMA yg pernah saya jalani hanya satu: tentang hasil tes IQ dan prospeknya terhadap masa depan saya.

Bertahun-tahun kemudian, beberapa minggu yang lalu tepatnya, saya diingatkan lagi tentang kata konseling di rotasi Family Medicine (FM). Pembekalan sesi terakhir berupa kuliah tentang itu. Senang & inspiratif. Narasumbernya luar biasa, dosen tapi nampak seperti trainer handal. Inti materinya adalah tentang: How to be a good councelor.

eh?

Mau jadi dokter saya mah.. ;p
Iya, buat apa sih belajar tentang konseling? Saya hampir-hampir melupakan salah satu aspek penting untuk menjadi dokter-bintang-lima-plus-dua (7 Stars Doctor maksudnya): a good communicator. Bukannya di rotasi lain tidak dipelajari, tapi di FM benar-benar saya mendapatkan nilai tambah tentang berkomunikasi dengan pasien. Pasti bukan saya saja yang berpikir tidak ada hubungan yang baik tanpa komunikasi yang baik. Untuk apa kita berhubungan baik dengan pasien? Hubungan dokter-pasien bukan sebatas resep dan imbalan tapi "hubungan yang membantu". Dokter membantu pasiennya untuk menjaga kesehatan. Pasien juga membantu dokter menjaga kelangsungan hidupnya. Menjalankan profesinya, maksudnya.. (sama aja :D)

Konseling secara umum berguna untuk memberikan informasi, membantu klien (kalau dokter pasangannya pasien, kalau konselor pasangannya klien) untuk berperan sendiri dalam kelangsungan hidupnya, membantu mengambil keputusan yang bijak dan realistis, dan menuntun perilaku klien agar mampu menerima segala konsekuensi.

Jadi, dalam bimbingan konseling dengan pasien, seorang dokter tidak mendominasi percakapan tapi memotivasi pasiennya untuk mengungkapkan masalah baik dari aspek medis dan non-medis. Dokter hanya memaparkan informasi tentang masalah pasien (co: penyakit dari sisi medis), pemecahan masalah dan konsekuensinya lalu menuntun pasien mengambil keputusan yang dapat dilakukannya.

Sangat berbeda dengan apa yang saya lihat pada kebanyakan dokter yang lebih senang menyuruh pasiennya untuk tidak melakukan ini dan harus melakukan itu. Melarang dan melarang. Salahkah dokter? Ngga juga sih, kan pertanyaan pasiennya juga: "Ada pantangan ga, dok? kalau ini boleh ga? kalau itu ga boleh ya dok?" Ya otomatis jawabannya sesuai pertanyaan. Apalagi pasien banyak dan waktu terbatas. Padahal apa yang sebenarnya disarankan dokter belum tentu bisa dilakukan pasien sepulangnya berobat.

Namun demikian, tidak sedikit juga dokter yang tanpa mengikuti rotasi FM pun sudah menerapkan ilmu konselingnya dengan sangat-sangat baik. Bukan mustahil jika mereka adalah dokter-dokter yang pasiennya banyak dan disayangi.

Belajar konseling = belajar metode yang baik dalam berkomunikasi dengan pasien.

Saturday, December 17, 2011

IKM & FM, feat. or vs.?

بسم الله الرحمن الرحيم
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Family Medicine (Kedokteran Keluarga) adalah rotasi besar setelah bagian Ilmu Kesehatan Anak. Setiap rotasi besar sama2 berdurasi sembilan minggu. Tapi, berhubung dua ilmu yg berbeda maka dibagi lagi: IKM = 4 minggu dan FM = 5 minggu. Sekarang saya sudah di awal minggu ke 5.. means.. minggu terakhir di rotasi ini..means.. minggu ujian (konseling & presentasi kasus)


"5 minggu itu tidak lama lho..", kata preceptor di FM pada pertemuan pertama kami. Benar saja, apalagi FM masih terasa asing di telinga dan kepala saya, secara baru diterapkan di angkatan saya (2006). Setiap hari penasaran dengan apa yg terjadi, apa yg harus dilakukan. Tidak ada senior di kelompok yg biasanya memberi petunjuk. Karena di rotasi ini satu kelompoknya satu angkatan. Sama-sama deh nol-nya..

Ingin cerita banyak tentang keduanya. Sebab, bagi saya dua hal itu memberikan impresi yg berbeda setelah menjalaninya..
IKM tentang Kebijakan dan Manajemen Kesehatan yg fokusnya top-to-bottom..Manajemen Puskesmas.. Cakupan Kesehatan..Analisis situasi & sistem informasi kesehatan.. Intervensi... Yang mengubah mind-set saya tentang "kerjaan kepala puskesmas" dan atasan2nya (Dinkes, Kemenkes) yg ternyata sangat-sangat tidak simpel.

Disisi lain ada FM yg fokusnya bottom-up, tentang pengelolaan kesehatan individu dan keluarga yg komprehensif..Home visit mandiri.. Analisis..Bikin meal planning (rencana gizi) yg dulu pas kuliah sy ga mudheng banget bagaimana mengaplikasikannya..Rencana Olah Raga..Konseling dan ilmunya..

Ditambah tempat rotasi IKM & FM yg oke. Puskesmasnya berbeda. Apa yg kita lakukan juga berbeda. Di IKM sama sekali tidak memeriksa pasien, tapi benar-benar memahami manajemen, berkutat dengan data dan laporan, ditambah penyuluhan komunitas. Sebaliknya, di FM benar-benar mengelola pasien secara mandiri, diizinkan sampai memberi resep dan tidak ketinggalan: ttg aspek gizi, faal olah raga dan konseling lainnya mulai dari preventif, promotif, rehabilitatif dan tentu kuratif. Dihadapkan pada pasien yg banyak dan beragam keluhannya, juga terbatasnya waktu jam kerja, membuat saya mendapat banyak pengalaman terutama tentang komunikasi efektif.

Komunikasi yg diaplikasikan dilapangan itu menantang. Betapa mudah dan sulit itu relatif untuk meminta izin agar pasien mau dikunjungi dan ditanyai banyak hal yg bisa jadi itu sensitif. FYI, pasien yg harus dikunjungi (home visit) itu minimal 3 orang plus acara nyasar karena rumahnya di gang-gang. Pernah saya bertandang kedua-kalinya ke rumah pasien lansia. Beliau malah menangis terharu. Wawancara pun mengalir dan garing. Sang nenek senang bercanda. Ada juga teman saya yg pasiennya seorang bapak, malah minta bukti surat2 tentang kunjungan rumah. Belum selesai sampai disana, masih ada membuat janji dengan mereka agar mau datang ke Puskesmas untuk sesi konseling. Sebentar saja sebenarnya, tapi pemahaman masyarakat tentang pengobatan multi aspek seperti ini mungkin masih terasa asing. Jadinya, benar-benar menuntut masing-masing untuk membina doctor-patient relationship yg tak selesai dalam sekali pertemuan. Membina kepercayaan pasien, itu hal sangat penting.

Akhirnya, IKM dan FM, dua hal yang berbeda tapi saling mengisi. Senang pernah belajar keduanya. Alhamdulillah.

*Menjelang Ujian Konseling Pasien OA+HT st.I

Wednesday, October 19, 2011

Jaga Perinatologi

بسم الله الرحمن الرحيم
Subdiv Perinatologi adalah salah satu dari 11 subdiv di bagian Pediatri. Kita singkat saja menyebutnya dengan Peri (e dibaca seperti 'bebek'). Peri juga bagian yang paling saya senangi, karena disini kita tidak melulu melihat anak yang sakit. Disini ada bayi lucu nan menggemaskan. Sampai salah satu teman saya berujar "jadi pengen punya anak". Kalau dia mengelus-elus perutnya, saya cubit-cubit pipi bayi yg lucu itu. Hihi.. Kayak bakpao :p
Bayi lucu di peri 17
Bayi-bayi yang sehat ada yang tidak langsung dibawa pulang oleh ibunya. Di kamar I Ruang Peri 17, beberapa bayi harus menginap paling tidak selama 2 hari untuk diobservasi misalnya bayi yang lahir dengan SC atau Forcep atau Vaccum, meskipun mereka nampak sehat.

Siapa sih yang ga suka lihat bayi lucu. Apalagi pas mereka bobo atau pas bangun terus matanya kedip-kedip seakan memandang kita. Padahal nggak, hehe. Ya, bayi baru lahir belum bisa melihat. Penglihatannya baru sempurna sekitar akhir bulan pertama. Tapi tetep aja lucu. Irisnya yang besar nampak kelebihan proporsi menjadi ide produsen softlens model baby eyes, lho. Kalau bingung, perhatiin aja mata temen-temen sekitar yg agak 'kebesaran' bagian hitamnya, mungkin dia sedang ingin kembali menjadi bayi ^^v

Thursday, September 29, 2011

Plus

بسم الله الرحمن الرحيم
Plus adalah kode kedokteran untuk mengatakan kematian. Dalam salah satu Morning Report Bedah edisi bahasa Inggris, pelapor tidak berkata 'plus' jika pasiennya meninggal. Tentu saja, karena sikonnya formal. Pun sempat ada konsulen mengkritisi pemakaian kata "passed away" yang seharusnya "dead". Jadi, 'mati' bukan 'wafat'. Perhaps you know who is him, mastering English, speak fluently and fast, having critical mind over another seniors.

Ah, forget about the words. Sekedar intermezzo tentang satu dari sekian laporan jaga yang mengesankan. *asosiasi longgar >.<

Jika sekelompok orang dengan gugup menanti detik-detik menjelang kelahiran, maka penantiannya berujung pada kebahagiaan yang sempurna ketika sang bayi lahir dengan selamat. Itu adalah kejadian di belahan ujung utara dan selatan RSHS dan tempat-tempat kelahiran lainnya. Sementara saya, selesai follow up beberapa kamar di Ruang A1 (bangsal anak), langsung diserahi tugas observasi ketat 1 pasien dengan burst abdomen karena tumor intraabdomen (susp.Limfoma Burkitt) dan 1 pasien Acute Kidney Injury dengan muntah dan kejang beberapa kali. Dua pasien yang membuat saya dan residen mondar-mandir karena kamar mereka berbeda semalaman hingga menjelang subuh. Mereka seharusnya ada PICU, btw. Alhamdulillah, pasien AKI membaik setelah tablet sublingual dan cairan intravena diberikan. Di kamar lain, pasien dengan burst abdomen tidak juga membaik, kesadarannya semakin menurun, nadinya tidak teraba, napasnya melemah, suhu tubuhnya semakin tinggi. Syoknya bertambah berat. Sampai tahap pemberian terapi terakhir keadaannya tidak juga membaik. Inikah?

Namanya D, laki-laki, usianya baru 7 tahun. Badannya kurus dengan KEP berat. Perutnya membuncit karena ada tumor yang berkembang dan menggerogoti tubuhnya. Hati siapa yang tidak terenyuh melihatnya. Hati siapa yang tidak tergetar melihat ketabahan orang tuanya. Tentu bukan hal yang mudah dan singkat mendampingi anaknya sejak awal-awal penderitaan itu timbul. Memikirkannya, mengingatkan saya akan cinta ibu yang tidak pernah habis walaupun tidak kita minta. Nampak sang ibu mendekat dan berdoa di telinga anaknya yang sedang meregang nyawa. Matanya basah. Pasrah.

Ya Allah, setiap makhuk yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Itu sunahMu yang kegentingannya juga harus dihadapi. Dan inilah yang plus pertama semenjak puluhan kali saya jaga pagi/malam di RSHS. Menghadapi pasien yang sedang sakaratul maut. Perlahan dan tenang.
Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un

Saturday, September 17, 2011

Anak: Hematology Reference Values for Children

بسم الله الرحمن الرحيم
*For your Pediatric's Pocketcards (use it for free)
I took for quite long time, facing of my notebook, just to find an image or a data of normal values for children in internet couples of weeks ago. I used to collect and print it out for one of my Pediatric's Pocketcards. But none of them were satisfying. So, I got this one from Nelson's (e-book), re-wrote the values below one by one, coz the e-book I have couldn't be copied as well  

Wednesday, September 14, 2011

G6PD Deficiency

بسم الله الرحمن الرحيم
(learning issue's note)


Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase Deficiency
 
G6PD catalyzes the initial step in the hexosemonophosphate shunt -> protects RBC from oxidant injury
G6PD deficiency:
¢No anemia in steady state
¢Normal reticulocyte counts
¢Decrease RBC survival
¢Associated with chronic hemolytic anemia
Red cell's metabolism pathway
Genetics 
¢G6PD deficiency is transmitted by a mutant gene located on the X chromosome (Xq28) 
¢Fully expressed in men <-hemizygous 
¢Fully expressed in women <- homozygous 
¢Various expression in women <- heterozygous

Tuesday, September 13, 2011

Jadwal Imunisasi 2011 (IDAI)

بسم الله الرحمن الرحيم
Yang baru di jadwal imunisasi 2011 (perbandingan 2010):  Vaksinasi PCV (4) mengikuti Hib (4), diberikan diantara bulan ke 15-18.

Wednesday, August 24, 2011

Anak: Sama dari Sabang sampai Sabang

بسم الله الرحمن الرحيم
Memasuki dunia anak sama dengan memasuki dunia baru bagi saya pribadi. Siapa sih yang disebut anak-anak? Seseorang disebut anak-anak mulai dari lahir sampai berumur 18-20 tahun, lho. Itu secara hukum internasional, nasional dan kepentingan medis. Salah seorang pembimbing saya bilang: Anak-anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil (kalimat serupa juga ada di UU Perlindungan Anak). Karena anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan, tidak seperti orang dewasa. Setiap usia dari mulai neonatus sampai remaja memiliki ukuran-ukuran tersendiri.

Satu contoh, mungkin selama ini yang umum dipakai untuk menentukan apakah seseorang kegemukan, ideal atau kurus adalah IMT (Indeks Massa Tubuh). Dalam ilmu kesehatan anak ada istilah berat badan per umur (BB/U), panjang badan per umur (PB/U), tinggi badan per umur (TB/U), BB/PB dan BB/TB. Pada dewasa bisa cukup dengan IMT, tapi pada anak-anak perlu indeks tambahan itu untuk menilai pertumbuhan dan status gizinya. Bahkan indeks itu yang utama. Arti "per umur" berarti nilai pertumbuhan setiap anak berbeda sesuai dengan usianya. Praktisnya, kita bisa gunakan growth chart untuk menilai pertumbuhan anak dan status gizinya; apakah anak itu kurus untuk ukuran tinggi badannya, lebih kurus atau lebih pendek dibandingkan teman sebayanya, dsb.

 BB/U anak perempuan usia 5-10 tahun (WCGS)
Btw, apakah benar orang Barat sejak kecil memang dari "sono"nya lebih tinggi-besar dibandingkan dengan orang Timur? Ternyata tidak selamanya begitu, sodara2. Ada yang menarik tentang growth chart terbaru keluaran WHO: WHO child growth standard (WCGS). Tidak seperti salah satu sesepuh growth chart yang pengukuran (penelitiannya) diambil dari ras Eropa-Amerika saja, WCGS mengambil sampel dari berbagai negara dan berbagai ras, jadi benar-benar bisa dipakai internasional, mulai dari Sabang sampai Sabang lagi. Ternyata, pada setiap jenjang usia, bila tumbuh sehat, diberi ASI ekslusif, dan memenuhi kriteria tertentu lainnya, anak dari bangsa Afrika akan setinggi anak dari bangsa Eropa. Anak-anak bangsa Indonesia akan seberat anak bangsa Amerika. Mungkin kulit boleh beda warna, rambut tidak sama ikal, mata tidak selalu besar, tapi semua anak dengan usia yang sama di seluruh dunia memiliki rentang nilai pertumbuhan yang sama. 

Saya terkesima pada fakta ini. Tapi saya lebih terkesima pada yang menciptakan semua fakta ini. Finally, Allah itu Maha Adil ya ;)

Saturday, August 13, 2011

Hidupku Matiku #1

بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah selesai juga 3 bagian kecil yang aneh menurut saya. Aneh dan asing, padahal ada yang sudah pernah dipelajari di bangku kuliah; Forensik-Saraf-Jiwa.

Di Forensik saya belajar lagi tentang arti hidup dan mati, tentang sehat dan sakit. Banyak bidang ilmu yang mendefinisikan semua itu, lalu bagaimana seorang dokter mendeskripsikannya?
"Kedokteran bukan ilmu pasti, tapi kedokteran itu ilmu yang terukur", kata dr.NH, Sp.KF, SH
Maka hidup, mati, sehat dan sakit, dan apa-apa yang dipelajari di kedokteran ada ukuran-ukurannya. Ukuran itu bisa dan sangat bisa berubah seiring kemajuan ilmu pengetahuan.

Di Forensik juga saya banyak melihat jasad-jasad yang tak bernyawa. Ada bayi sekepalan tangan yang tak diinginkan ibunya. Ada seorang ibu yang menerjunkan dirinya ke waduk tak lama setelah luka operasi caesarnya sembuh. Ada yang menggembung, hijau dan berbau busuk ditemukan tak bernyawa di kamar kostnya. Ada yang sempat di RJP teman sekelompok kami karena kecelakaan lalu lintas, namun tak tertolong. Ada yang ditusuk oleh preman-preman saat sedang bertugas menjadi tukang parkir. Ada banyak yang pecah kepalanya dan tercecer otaknya. Masih ada lagi belasan jasad lainnya yang kami tangani.

Ngeri. Tetap saja, berkali-kali saya melihat, memegang, membaui, memotong, mengukur dan mendeskripsikan keadaan jasad-jasad itu saya tetap merasa ngeri. Bukan karena ngeri secara fisik, tapi saya jadi ngeri terhadap bagaimana keadaan saya ketika tak bernyawa kelak. Kematian seperti apa yang engkau harapkan wahai sahabat?

Di Forensik, sang operator akan terus menghadapi bagian yang sama. Saya dan seorang teman menjadi operator bagian kepala. Saya pasrah atas pembagian tugas yang diundi itu. Bagian kepala banyak hal-hal yang harus dideskripsikan. Ah, bukan itu yang membuat saya tidak sreg, tapi bagian wajah. Wajah adalah bagian terbaik untuk ditampilkan bukan? ...inni wajahtu, wajhiya liladzi..  Tapi, bayangkan wajah-wajah seperti apa yang kami temui. Terkadang tak sekedar lebam disana-sini, tapi ada yang tak utuh lagi bola matanya, tak putih lagi sclera nya, semuanya menonjol keluar, tak indah lagi hidung dan bibirnya. Terlihat cairan-cairan merah pekat keluar dari mata, hidung dan telinga. Sampai-sampai ada yang terlihat seperti tangis darah. Kadang tercampur gelembung-gelembung dan gas pembusukan. Kadang tertutupi dengan belatung. *Maaf kalau sampai ada yang mual membaca ini*

Di sisi lain, beberapa kali menjadi operator, beberapa kali penasaran dengan wajah-wajah 'surga'. Inikah? pada jasad yang satu. Atau itukah? pada jasad yang lainnya. Lalu, bagaimanakah wajah yang akan saya hadapkan ketika jasad ini tak ber-ruh lagi?


bersambung

Tuesday, June 14, 2011

Kilas Balik IPD

بسم الله الرحمن الرحيم
IPD serem? Iya, awalnya. Kebayang ujiannya: Long Case. Denger kata itu aja horor-horor gimanaa gitu. Ternyata memang beneran horor sih. Buktinya tingkat kelulusannya tidak terlalu tinggi. Karena bisa saja pasien yang kita harapkan untuk kita periksa tiba-tiba diganti saat hari H oleh penguji. Karena kita tidak pernah tahu siapa penguji kita, kecuali saat ujian. Dengan karakter yang sangat bervariasi, kesubjektifan yang beragam dan tentu saja implikasinya menjadi angka-angka ujian yang beragam pula. Super sekali.
Maaf, saya buka tulisan saya dengan ujian. Selain ujian, ada yang bikin ehm-ehm lagi di IPD apalagi kalau bukan: naik tangga! Yups, kita berolah raga dengan tangga setiap hari. Perlu diketahui, teman2, bahwa di gedung IPD ini terdiri dari 5 lantai.
Lantai 1: Ruang Anyelir dan MIC (Medical Intermediate Care)
Lantai 2: Ruang Melati
Lantai 3: Ruang Koas dan Ruang Mawar
Lantai 4: Sekretariat IPD dan Subdiv
Lantai 5: Ruang pertemuan dan Sarang/ Rumah Burung
1 lantai, anak tangganya 24 T__T
Setelah absen di Kamar Jaga Residen IPD dan Kardio (di deket Radiologi itu), biasanya kita ke Ruko dulu di lantai 3 untuk berganti "jubah" atau menyimpan barang.
loker di ruko
Habis dari Ruko, lanjut follow up pasien ke Melati di lantai 2

Sunday, May 29, 2011

Belajar dari Kupu-Kupu (The Lesson of the Butterfly)

بسم الله الرحمن الرحيم
Pagi ini, waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat. Saya sudah terlambat untuk follow up sebenarnya. Dengan rasa bersalah saya dekati LO kelompok kecil saya selama di IPD; seorang residen yang ramahnya super sejak kali pertama kami bertemu sampai 2 minggu ini. Tapi kali ini rautnya tidak seperti biasa. Ada goresan lelah bercampur apa --entahlah-- di wajahnya. Saya makin merasa bersalah. Setelah meminta maaf dan melaporkan apa yang saya temukan pada pasien baru hari ini, saya bertanya OOT:
"Berat ya dok, jadi residen IPD?"
Beliau tersenyum sambil tetap fokus melihat angka-angka laboratorium pasien pada layar komputer.
"Berat itu relatif, tapi semua yang kita jalani itu ada prosesnya dan ada pengorbanannya"
"Sudah baca falsafah kupu-kupu yang ada di atas? (lantai 4 gedung ini adalah sekretariat bagian)" Saya menggeleng. "Hmm, pernah lihat sih, dok. Yang dibingkai banyak di dinding itu kan ya".
"Coba deh baca. Bagus lho" ucapnya sambil tetap tersenyum.

Baru beberapa hari setelahnya saya sempatkan berdiri sejenak membaca pesan dari kupu-kupu itu..
” Satu hari, muncul celah kecil pada sebuah kepompong; seorang pria sedang duduk dan memperhatikan kupu2 tersebut berusaha dengan keras mendorong tubuhnya keluar melalui lubang kecil tersebut selama beberapa jam.

Wednesday, May 25, 2011

IPD: Apa diagnosisnya?

بسم الله الرحمن الرحيم
Suatu hari, saat stase poli Reumatologi, saya dkk dipanggil untuk melakukan pemeriksaan fisik pada kedua tangan seorang pasien. Tanpa tahu anamnesisnya, saya refleks mengrenyitkan dahi.
Pasien itu seorang wanita usia 30an tahun. Tangannya (termasuk buku jarinya) terlihat bengkak. Ujung-ujung jarinya terlihat meruncing dan pucat.

Systemic Lupus Erythematosus (1)

بسم الله الرحمن الرحيم

Definisi dan Pendahuluan
                Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun multi-organ system dimana kerusakan sel/ jaringan terjadi karena kegagalan atau kehilangan kemampuan sistem imun tubuh untuk membedakan benda asing (antigen) dan jaringan / sel tubuh sendiri sehingga terjadinya zat anti terhadap inti sel dan autoantigen lainnya. Antibodi yang terlibat dikenal sebagai autoantibodi, yang akan bereaksi terhadap antigen sendiri dan akan membentuk sistem imun kompleks. Sistem imun kompleks ini akan terjadi di dalam jaringan tubuh dan akan mengakibatkan inflamasi terhadap jaringan dan sel.
                Perjalanan penyakitnya sangat beragam, sulit diprediksi, dan manifestasinya tidak khas. Bisa ringan dengan gejala lemah dan fatigue, penurunan berat badan, artritis atau atralgia, miositis, demam, fotosensitif, bercak - bercak di kulit dan serositis. Dapat pula berat, bahkan mengancam nyawa berupa trombositopenia, anemia hemolisis, nefritis, cerebritis, vaskulitis, pneumonitis, dan miokarditis.
                Walaupun lupus merupakan penyakit menahun, namun ada masanya dimana aktivitas penyakit minimal bahkan hilang sama sekali (remisi), dan adakalanya aktif (relaps atau flare).

Epidemiologi
                Penyakit SLE ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita usia subur (15-40 tahun). Ini membayangkan bahawa hormon yang terdapat pada wanita memainkan peranan besar.
Jadilah seperti bintang yang indah kemilau namun sulit untuk digapai. Seperti melati begitu lembut dan suci, seperti mawar yang indah namun memiliki duri untuk melindungi diri. Ukhty moga kita bisa menjadi muslimah yang begitu lembut, anggun begitu banyak yang menginginkan namun sulit dimiliki sembarang orang karena kita teguh terhadap Allah dan Rasul.
Click to view my Personality Profile page