Friday, December 31, 2010

Curhat Koas #1

بسم الله الرحمن الرحيم
Jadi dokter itu lama yaa. Bukan hal tabu, bukan hal aneh, semua orang juga tahu hal itu.
Baru juga 14 minggu menjalani kepaniteraan di RSHS, tapi rasanya sudah lama. Kadang saya merasa lama seperti sudah setahun. Seringnya.. saya rasa waktu begitu cepat. Dan tiba-tiba besok sudah tahun 2011.


14 minggu yang fantastix--seperti jargon angkatan 2006--dengan debaran-debaran memasuki dunia baru bernama P3D, berpindah tempat berpuluh-puluh kilo dari tempat kuliah menuju RS Hasan Sadikin. Hm, dari sejak saya lahir RSHS belum berganti nama, by the way. Bangunannya juga tidak terlalu berubah bila dipandang dari Sukajadi dan Pasteur. Kalau bagian dalamnya kurang tahu karena saya baru masuk RSHS pas jadi mahasiswa FK aja *curcol*  Lalu ada isu-isu tentang internship yang sempat membuat pusing kepala, anger, denial, dan segala fase yg dihadapi pasien Ca *walah* sampai akhirnya saya pasrah bahwa saya dan teman2 2006 harus menjalani program internship mulai tahun 2012-2013. Kalau dihitung-hitung lamanya sekolah kedokteran menjadi:

PPSK 4 tahun + P3D 1,5 tahun + Internship 1 tahun = 6,5 tahun.

Lama ga sih? Lama kan yaa...? Memang UKDI dan Sumdoknya harus tuntas sebelum Internship. Tapi kan tetap saja masih ada ikatan akademik dengan RS yg ditunjuk selama intern. Jadi dokter sudah, tapi praktek atau mau sekolah lagi belum bisa.
"Kadang status kita ga jelas..", kata teman2 Unand yg sedang Intern,".. koas bukan, dokter sudah, dokter PTT juga bukan..pada bingung dianggap apa"
Ya, dokter lha..kan sudah dokter, bang?

Tentang lamanya pendidikan kedokteran menjadi hal yang mengganjal...
"Kita S1 kelamaan ga sih, tan?" Sang Mapres bersuara. Saya mengiyakan. 4 tahun itu lama sekali untuk S1. 3,5 tahun juga masih kelamaan. 3 tahun aja gimana kayak di UI?
Apalagi yang mau dipersingkat selain masa S1. Sayang sekali kalau koas dan internship yang diperpendek. Toh a doctor is a long-life learner, kita akan terus dituntut belajar. Asal pola pikir dasar kita sudah terbentuk maka sampai kapan juga sama saja; ada masalah cari solusi sendiri, ga bisa sendiri ya diskusi. Baca textbook teranyar, journal update, sharing sama yang lebih berpengalaman & pintar, dst. Student-centered sekali bukan? Memang begitu kok di koas pun. Bahkan kalau diperhatikan, konsulen belajarnya begitu2 juga. Malah ikut diskusi tentang LI kita di 'backstage' *pssst*

Yang beda tentu saja pengalaman klinisnya. Justru disitulah inti kebutuhan kita. Kita butuh belajar klinis yang lebih lama (clinical-based). Semakin banyak hal klinis yang ditemukan, semakin penasaran, semakin banyak baca teori, banyak diskusi dan jadi tahu mengaplikasikannya. Dengan cara belajar yang sudah diasah sejak OSPEK (yang tidak lagi teacher-centered alias semaunya dosen), tidak susah untuk update ilmu kedokteran dan tidak terlalu perlu mengandalkan kuliah dan catatan dari dosen. *somboooooong*

Di jenjang S1 kan semua teori dipelajari. Beberapa kasus klinis (>100) yang sangat khas dengan reportase--berbahasa Inggris--yang sempurna juga sudah dipelajari. Sampai bingung apa padanan bahasa Indonesianya, kan? Sampai ada yang mencak-mencak buat apa semua teks kuliah kita berbahasa Inggris, padahal pasien kita orang Indonesia yang tidak jarang berbahasa Sunda dengan diagnosis kebanyakan berbahasa Latin!
"TOEFL kalian sudah diatas 550 semua kan? berarti tidak ada kesulitan dengan bahasa Inggris ya", kata dr.T setelah paper protes saya sempat dipresentasikan dihadapan beliau, dulu. Saya tidak berkutik lagi.

Tapi ada yang tidak kita tahu misalnya pasien dan realitas tatalaksananya. Nah, di RS ada pasiennya, banyak variasinya, banyak ga mudengnya, lebih menantang dan bikin ingin lebih lama koasnya di setiap bagian*saya mah*. Biar lebih banyak waktu baca & diskusi sama senior, residen & konsulen. Sampai pernah terbesit suatu hari saat berjalan di lorong RS, kalau gedung kuliah kita ada di dalam RS ini...

Memang kenyataannya tidak terlalu perlu mengandalkan kuliah dosen..
Tapi yang kita perlukan, sekali lagi, adalah pengalaman mereka..tertulis ataupun tidak..
Maka saat-saat kita kuliah di RS, teori2 seabrek yang dulu pernah kita pelajari jadi begitu ringkas dan berguna sekali..
Maka saat-saat kita "skill's lab" langsung dengan pasien adalah hal yang tidak terlupakan..
Maka saat ada yang tidak sinkron antara dokter yang satu dan yang lainnya kita tahu cara mencari jawabannya..

***
Memang, menjadi dokter berjas putih, yang sering kali saya benci sewaktu kecil, perlu waktu yang tidak sebentar..
but it's worthed.. waktumu.. ilmumu..
Semoga tidak ada yang sia-sia dulu, sekarang dan nanti..
insyaAllah.

Tep sehat, tep semangat, tep berjuang!

2 komentar:

Anonymous said...

teteh mah masih mending...
kita di sini S1 4 tahun + koass 2 tahun + gak tw bakal ketambahan apa lagi besoknya...
lebih lama -.-"

Intan Risna said...

besoknya ada internship jugaa.. wah rekor..ternyata che lebih lama ya
*sedikit bahagia X)

Post a Comment

Jadilah seperti bintang yang indah kemilau namun sulit untuk digapai. Seperti melati begitu lembut dan suci, seperti mawar yang indah namun memiliki duri untuk melindungi diri. Ukhty moga kita bisa menjadi muslimah yang begitu lembut, anggun begitu banyak yang menginginkan namun sulit dimiliki sembarang orang karena kita teguh terhadap Allah dan Rasul.
Click to view my Personality Profile page